Tak banyak remaja sekarang yang peduli dengan lingkungan, mengamati dan memperhatikan perubahannya mungkin sudah cukup jelas untuk merasakan perbedaan alam sekitar kita, seperti sahabat satubahasa ini dengan indah berkeluh kesah tentang perubahan panorama alam yang ia rasakan melalui puisi alam.
Dari Puncak Sebuah Bukit
Embun pagi kian berceceran.
Perlahan-lahan mencair diatas rumput hijau.
Dan hawa dingin itu,
Menusuk Kulitku dalam-dalam.
Di puncak bukit ini,
Aku pernah saksikan ribuan tangkai padi masih terhampar,
Yang menyatu dengan rumah-rumah penduduk.
Sayang seribu sayang, kini hanyalah jadi angan-angan semata.
Sayang beribu-ribu sayang, aku takkan pernah melihatnya lagi.
Padi-padi itu perlahan tergusurkan,
Oleh sebuah tiang berasap serta air limbah perusak.
Entahlah siapa yang menggarapnya,
Namun satu yang pasti.
Yang tersisa hanyalah embun pagi berceceran,
Meskipun embun telah terkontaminasi zat berbahaya.
Ku tatap ironi ini,
Dari Puncak Sebuah Bukit.
Yoga Dwi Anggara
Kadipaten, Majalengka, Jawa Barat
Sahabat juga bisa mengirimkan puisi karya sahabat yang nantinya akan kami postingkan untuk dapat dibaca oleh sahabat satubahasa lainnya, jadi jangan ragu lagi untuk mengirimkan puisi sahabat pada form yang sudah satubahasa buatkan.